PESTA BUDAYA ASMAT 2011

AGATS - KABUPATEN ASMAT 2011
Kabupaten Asmat merupakan salah satu Kabupaten Pemekaran dari 20 Kabupaten di Provinsi Papua, Asmat terkenal dengan keunikan seni dan budaya mengukir tanpa desain diatas kertas dan memiliki kekhasan budaya terkenal di dunia bagi wisatwan domestic maupun manca negara untuk berkunjung ke Indonesia kawasan Timur. Dukungan Festival Budaya Asmat merupakan kegiatan seni dan budaya Papua yang menampilkan beragam atraksi budaya dari beberapa Kabupaten di Papua, dimana festival ini akan menjadi atraksi pariwisata andalan untuk menarik minat kunjungan wisatawan. Seiring dengan pertumbuhan pemekaran Kabupaten baru (Asmat) merupakan pengaruh pembangunan pada semua sektor dengan penekanan pada pembangunan yang berkelanjutan disemua bidang khususnya pariwisata yang prioritas guna mewujudkan kualitas sumber daya manusia setempat yang sangat tertinggal. Festival ini diadakan dalam rangka mendukung Pemerintah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia melalui program “Wonderfull Indonesia” dan program promosi pariwisata dalam negeri melalui “Kenali Negerimu Cintai Negerimu” serta menjadikan Asmat sebagai salah satu daerah tujuan wisata minat khusus yang popular dikawasan pasifik.

Dukungan Festival Budaya Asmat akan diselenggarakan pada tanggal 20-25 Oktober 2011 di Kabupaten Asmat Provisi Papua. “Berbeda beda tetapi tetap satu jua, itulah Indonesia”. Negara Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya, salah satunya adalah Suku Asmat, suku yang mendiami wilayah timur Indonesia (Papua). Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup, struktur sosial, dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu Suku Bisman yang berada di antara Sungai Sinesty dan Sungai Nin serta Suku Simai.
Biasanya dalam satu kampung dihuni kira-kira 100 sampai 1000 orang. Setiap kampung punya satu rumah bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Selain budaya, penduduk Asmat juga amat piawai membuat ukiran. Ukiran bagi Suku Asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. Di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran Suku Asmat. Suku Asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. Mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah, untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan, sedangkan warna hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. Cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh. Suku Asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat, di saat mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Hal itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga). Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku Asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. Mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua. Dalam kehidupan Suku Asmat, batu yang biasa kita lihat di jalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Suku Asmat yang membentuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya. Karya ukir kayu khas Suku Asmat adalah salah satu kekayaan budaya nasional yang sudah memiliki nama bagi para turis asing. Karakteristik ukiran Suku Asmat mempunyai pola yang unik dan bersifat naturalis. Dari pola-pola itu terlihat kerumitan cara membuatnya sehingga membuat karya ukir mereka bernilai tinggi dan cukup banyak diminati para turis asing. Dari segi model, ukiran Suku Asmat sangat beragam, mulai dari patung manusia, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari, sampai ukiran tiang. Suku Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang, orang berperahu, dan lain-lain.
Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub etnis, dan masing-masing memiliki ciri khas pada karya seninya. Begitu juga dengan kayu yang digunakan, ada juga perbedaannya. Ada sub etnis yang menonjol ukiran patungnya, ada yang menonjol ukiran salawaku atau perisai, ada pula yang memiliki ukiran untuk hiasan dinding dan peralatan perang. Yang paling istimewa dan unik adalah bahwa setiap karya ukir tidak memiliki kesamaan atau duplikatnya karena mereka tidak memproduksi ukiran berpola sama dalam skala besar. Jadi, kalau kita memiliki satu ukiran dari Asmat dengan pola tertentu, itu adalah satu-satunya yang ada karena orang Asmat tidak membuat pola sama dalam ukirannya. Bentuk boleh sama, misalnya perisai atau panel, tetapi soal pola pasti akan berbeda. Itulah keunikan ukiran Suku Asmat. Mengenal Suku Asmat merupakan wahana tersendiri akan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Suku Asmat merupakan salah satu ikon budaya Indonesia yang menjadi nilai tersendiri untuk dikembangkan menjadi surga pariwisata di kawasan timur Indonesia. Suku Asmat memiliki ragam budaya dan seni pertunjukan yang luar biasa. Setiap wisatawan yang datang ke wilayah Suku Asmat pastilah akan disuguhkan suatu fenomena alami yang menyatu dengan lingkungan alamnya yang masih perawan. Sungguh suatu petualangan yang sulit untuk dilupakan. Source : http://ksupointer.com/2009/suku-asmat-sosok-budaya-indonesia-di-papua Kabupaten Asmat didirikan pada tahun 2002 dengan berdasarkan pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Asmat, dengan beribukota di Distrik Agats. Letak geografis Kabupaten Asmat pada 4-7 Lintang Selatan (LS) dan 137-141 Bujur Timur (BT)
Secara keseluruhan Kabupaten Asmat terbagi menjadi beberapa wilayah yang meliputi tujuh distrik, yaitu : Agats, Atsy, Pantai Kasuari, Sawaerma, Suator, Akat, dan Fayit. Walaupun masih baru berdiri, tetapi Kabupaten Asmat dalam hal budaya sudah lama dikenal dunia. Keterampilan mereka dalam membuat ukiran dan berbagai kebudayaan lain yang unik dalam kesenian yang telah menjadikan suku asmat begitu dikenal. Wilayah Asmat berbatasan langsung dengan Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo di sebelah Utara, Kabupaten Mappi dan Laut Arafuru di sebelah Selatan, Kabupaten Mimika dan Laut Arafuru di sebelah Barat, serta Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Mappi di sebelah Timur.
Kabupaten yang luasnya 23.746 km2 ini memiliki karakteristik wilayah yang unik. Kaki Pegunungan Jayawijaya tampak membentengi sebagian daerah yang dahulu termasuk wilayah kabupaten Merauke ini. Di sisi lain, Laut Arafuru terbentang sepanjang garis pantai Asmat. Semua wilayah tersebut dipayungi oleh hijaunya hutan rimba tropis. Keunikan yang lainnya adalah wilayah Kota Agats yang berdiri di atas tanah gambut. Kota Agats tidak memiliki jalan raya dan jalan dibangun di atas papan selebar trotoar. Untuk menjangkau distrik lain, masyarakat biasanya menggunakan canoe atau speed boat dengan biaya sewa yang cukup mahal. Masyarakat Asmat hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari.Karena wilayahnya yang berbatasan dengan Laut Arafuru dan dikelilingi kaki pegunungan Jayawijaya, membuat Kabupaten Asmat hanya bisa dijangkau oleh transportasi air dan udara saja. Jalur tercepat mencapai Asmat adalah dengan menggunakan pesawat. Akan tetapi penerbangan ke Asmat sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Penerbangan ke Asmat (Bandara Ewer) dapat ditempuh dari Merauke atau Timika dengan pesawat Twin Otter Merpati. Sesampainya di Bandara Ewer, perjalanan dilanjutkan melalui laut menggunakan speed boat sekitar 20 menit ke Agats. Jalur alternatif lainnya dengan menggunakan speed boat selama empat jam (dari Timika), atau dengan kapal selama 36 jam (dari Merauke). Jalur alternatif inilah yang sering dipakai oleh tim auditor BPK yang melakukan pemeriksaan di Kabupaten Asmat karena ketidakpastian jalur udara. source : google-kemenbudpar pic by hidayatr

Comments

Popular posts from this blog

GASING MAKASSAR

GASING TANJUNG PINANG

ASMAT CULTURAL FEAST 2011 / PESTA BUDAYA ASMAT 2011